Setiap manusia di Dunia ini pasti
pernah melewati masa-masa ujian dari Allah SWT. Beragam ujian yang dialami
manusia di Dunia menjadi sarana yang membuktikan sejauh mana kesabaran,
kerelaan dan penerimaannya terhadap ketetapan Allah SWT. “Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya”. (QS. Al-Mulk: 2).
Nilai dan derajat yang membedakan
seseorang yang tertimpa musibah terletak pada bagaimana ia menyikapinya.
Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, kondisi seseorang yang tertimpa musibah
-yang tidak mungkin dihindari kejadiannya seperti wafat seorang anak, sakit,
kehilangan harta dan seterusnya- terbagi kepada empat tingkatan:
1. Tingkatan
lemah.
2. Tingkatan
sabar, baik karena Allah SWT, maupun lantaran menjaga kehormatannya.
3. Tingkatan
ridha.
4. Tingkatan
syukur. (Bekal orang-orang sabar, hal. 81).
Pertama, tingkatan lemah.
Maksudnya tidak menerima kondisi
sambil diiringi rasa kesal. Ini adalah tingkat terendah. Kondisi manusia pada
tingkat ini dicirikan dengan rasa kesal kepada Tuhannya. Kesal dengan beragam
bentuknya, baik sekedar di hati ataupun dengan lisan dan perbuatan. Hati merasa
kesal, kecewa atau marah terhadap Tuhannya. Adakalanya diikuti juga dengan
lisan mencela dan memaki, atau juga diiringi dengan perbuatan, seperti menampar
wajah, merobek pakaian, memecahkan barang dan seterusnya.
Kondisi ini menjadikan seseorang
terhalangi dari pahala Allah SWT. Bahkan ia telah berbuat dosa lantaran
sikapnya tersebut. Maka pada tingkatan ini berarti seseorang tertimpa dua
bentuk musibah sekaligus; musibah urusan dunianya, dan musibah dalam urusan
agamanya lantaran sikap buruk menghadapi musibah.
Kedua, tingkatan bersabar.
Pada tingkatan ini, seseorang tidak
menyukai musibah yang melandanya. Namun ia bersabar dan mampu menahan gejolak
jiwanya dari melakukan hal yang dibenci Allah SWT. Ia memang benci dengan
musibah, tidak suka kejadian buruk yang menimpanya, namun ia mampu menahan
jiwanya, tanpa membenci Allah SWT, tanpa berucap kata-kata yang dibenci
oleh-Nya, dan tanpa melakukan perbuatan dosa. Ia tetap bersabar, meski tidak
menyukai musibah itu sendiri.
Ketiga, tingkatan ridha.
Pada tingkatan ini seseorang ridha
dengan musibah yang menimpanya. Menerima dengan lapang dada dan penuh kerelaan.
Dalam kondisi seakan-akan seseorang tidak sedang tertimpa musibah apapun.
Keempat, tingkatan syukur.
Ketika mendapati apa yang tidak
disukainya, Rasulullah saw berkata: “Segala puji bagi Allah pada setiap
kondisi”. (HR. Ibnu Majah). Syukur kepada Allah SWT yang terucap, lantaran
pahala dan keutamaan yang dijanjikan oleh-Nya bisa jadi lebih besar dan tidak
sebanding dengan derita yang menimpa.
Muslim ketika Tertimpa Musibah
Musibah yang menimpa bisa jadi
menyimpan banyak hikmah dan manfaat. Hikmah dan manfaat itu sebagiannya dapat
dijangkau oleh pikiran manusia, dan sebagian yang lain tidak, karena sebagian
hikmah dan manfaat itu hanya ada dalam ilmu Allah SWT. Misal seseorang tidak
mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi kemudian setelah satu kejadian
menimpanya. Apa yang terjadi di masa yang akan datang, kepastiannya ada pada
ilmu Allah SWT. Manusia juga tidak bisa memastikan apa yang terbaik baginya.
Allah SWT, Sang Pencipta yang paling tahu dengan apa yang tebaik bagi
makhluk-Nya. “Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216).
Maka seorang Muslim yang tertimpa musibah dituntut untuk:
a. Bersabar.
Allah SWT berfirman: “dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. mereka
Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah:
155-157).
Kesabaran dalam kondisi tertimpa
musibah menjadi wajib jika kesabaran itu yang akan menghalangi seseorang
berbuat dosa lantaran tertimpa musibah. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata: “Sabar
menjadi wajib sesuai kesepakatan Ulama, ia adalah setengah iman, karena iman
memiliki dua bagian, bagian pertama sabar dan bagian kedua syukur”.
(Madarijussalikiin, tingkatan sabar).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra,
beliau berkata: “Rasulullah saw melewati seorang perempuan yang sedang
menangis di hadapan kuburan, Rasul berkata: “Bertakwalah kepada Allah SWT dan
bersabarlah”. Pergi sana, engkau tidak merasakan deritaku dan tidak
mengetahuinya!”. Maka disampaikan kepada perempuan itu, bahwa lelaki tadi
adalah Rasulullah saw. Maka ia mendatangi rumah Nabi, dan tidak menemukan
adanya petugas yang menjaga rumah, maka ia berkata kepada Rasul: “Aku tidak
mengenalmu (tadi)”. Rasul bersabda: “Sesungguhnya sabar itu pada benturan
pertama”. (HR. Bukhari).
Imam Ibnu Hajar berkata: “Maksud
dari sabda Rasul “sesungguhnya sabar itu pada benturan pertama” adalah bahwa
jika keteguhan hati hadir seketika datanganya peristiwa yang menggoncang jiwa,
itulah kesabaran sempurna yang mendatangkan pahala”.
b. Ridha dengan
qadha dan qadar serta berpasrah penuh kepada Allah SWT.
Sifat ini adalah sifat mukmin yang
bertawakkal kepada Allah SWT, membenarkan janji-Nya, ridha dengan
keputusan-Nya. Percaya kepada qadha dan qadar merupakan bagian dari rukun iman.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab berbunyi: “(Lelaki itu)
berkata: “Beritahu aku tentang iman”. Rasulullah saw menjawab: “Engkau beriman
kepada Allah SWT, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya,kepada
rasul-rasulnya, kepada hari akhir, dan beriman kepada qadha dan qadar-Nya yang
baik dan buruk”. (HR. Muslim).
c.
Mengucapakn istirja’ (innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).
Allah SWT berfirman: “dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.(QS.
Al-Baqarah: 155-156).
Dalam sebuah hadits diriwayatkan
Ummu Salamah ra, beliau berkata: “Aku mendengar rasulullah saw bersabda:
“tidak ada seorang hambapun yang tertimpa musibah kemudian ia membaca:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ اَللَّهُمَّ آجِرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأخْلُفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
(Sesungguhnya kami milik Allah, dan
kepada-Nya kami kembali, Ya Allah berikan pahala atas musibah yang menimpa dan
gantilah dengan yang lebih baik)” kecuali Allah akan memberi ganjaran pahala
atas apa yang menimpanya, dan Ia akan mengganti dengan apa yang lebih baik”. (HR. Muslim).
d. Meyakini
bahwa Dunia adalah kampung ujian.
Dunia penuh dengan ujian. Allah SWT
berfirman: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-baqarah: 155).
e. Meyakini
bahwa keluarga, harta dan apa-apa yang dimiliki hakekatnya adalah milik Allah
SWT.
Karena itu, sebagaimana Ia
berkehendak memberi, Ia juga berkehendak mengambil. Sebuah syair dari seorang
penyair bernama Labid, berbunyi:
Bukanlah harta dan keluarga kecuali
hanya titipan belaka.
Pasti titipan itu sewaktu-waktu akan
dikembalikan.
f.
Meminta pertolongan dengan perantara shalat.
Allah SWT berfirman: ”Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”. (QS. Al-Baqarah: 45).
Ketika dirundung masalah dan urusan yang sangat penting, Rasulullah saw
melakukan shalat. “Adalah rasulullah saw jika mendapat masalah ia melakukan
shalat”. (HR. Ahmad).
g.
Mengingat-ingat pahala dan balasan besar yang disediakan Allah SWT.
Mengingat pahala dan balasan yang
disediakan Allah SWT bagi siapa yang sabar menghadapi musibah bisa
mengkondisikan jiwa dan pikiran menjadi tenang dan mudah menerima kondisi.
Diantara balasan yang Allah SWT sediakan:
1. Surga. Allah
SWT berfirman: “(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya
bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya,
isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke
tempat-tempat mereka dari semua pintu;. (sambil mengucapkan): "Keselamatan
bagi kalian karena kesabaran kalian”. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan
itu. (QS. Arra’d: 23-24). Rasul saw bersabda dalam hadits qudsi: “Tidak
ada balasan bagi seorang hamba mukmin yang Aku (Allah) wafatkan kekasihnya di
Dunia kemudian ia bersabar dan mengharap ganjaran dari-Ku, kecuali baginya
Surga”. (HR. Bukhari).
2. Pahala tak
terbatas. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS. Azzumar: 10).
3. Kebersamaan
Allah SWT bagi orang-orang sabar. “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 153).
4. Allah
mencintai orang-orang yang bersabar. “Allah menyukai orang-orang yang sabar”.
(QS. Ali Imran: 146).
5. Terhapusnya
dosa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada
yang menimpa seorang mukmin baik berupa lelah, sakit, panik, sedih, rasa
sempit, bahkan duri yang mengenainya, kecuali Allah SWT hapuskan kesalahan dan
dosanya”. (HR. Bukhari).
6. Mendapat doa, rahmat dan
petunjuk Allah SWT. “mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna
dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk”. (QS. Al-Baqarah: 157). Wallahu a’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar